Seorang arkeolog Wina yang mengajar di North Carolina pekan ini mengklaim telah mengidentifikasi tulang adik (tiri) perempuan Cleopatra yang meninggal karena dibunuh. Namun tidak semua orang meyakini penemuan tersebut.
Oleh Stephanie Pappas, Penulis Senior LiveScience | LiveScience.com

Hal tersebut terjadi karena bukti yang terkait dengan tulang, yang ditemukan di sebuah kota Yunani kuno, saudara kandung Cleopatra, Arsinoe IV memiliki kaitan yang spesifik. Tes DNA sudah dilakukan, kata Hike Thur, arkeolog di Austrian Academy of Sciences dan mantan direktur penggalian di tempat tulang-tulang tersebut ditemukan.

Meski demikian, sukar untuk mendapatkan hasil yang murni tidak terkontaminasi karena tulang yang berusia 2.000 tahun itu telah berpindah tempat dan terlalu sering ditangani.

“Ini tidak memberikan hasil yang kami harapkan,” kata Thur kepada Charlotte News-Observer. Hike Thur akan memberikan kuliah tentang penemuannya pada 1 Maret di North Carolina Museum of History di Raleigh.

Sejarah Ptolemy berdarah
Arsione IV adalah saudara perempuan atau saudara tiri termuda Cleopatra, keduanya berayahkan Ptolemy XII Auletes. Apakah mereka memiliki ibu kandung yang sama masih menjadi pertanyaan.

Politik keluarga Ptolemy sangat rumit: Ketika Ptolemy XII meninggal, dia menjadikan Cleopatra dan saudara laki-lakinya, Ptolemy XIII sebagai penguasa bersama, namun Ptolemy dengan segera menggulingkan Cleopatra. Julius Caesar berpihak pada Cleopatra dalam perang keluarga untuk kekuasaan, sementara Arsinoe bergabung dengan tentara Mesir melawan Caesar dan pasukan Romawi.

Roma menang dan Arsione dijadikan sebagai tawanan. Dia diizinkan hidup di pengasingan di Ephesus, sebuah kota Yunani kuno yang sekarang adalah Turki. Namun Cleopatra melihat saudara tirinya tersebut sebagai ancaman dan membuat dia harus dibunuh pada 41 SM.

Loncat ke tahun 1904. Tahun itu, para arkeolog mulai menggali reruntuhan di Ephesus yang dikenal sebagai Octagon karena bentuknya segi delapan. Pada tahun 1926, mereka membongkar sebuah ruang pemakaman di dalam Octagon, dan mendapatkan tulang seorang wanita muda.

Thur berpendapat bahwa tanggal makam (di salah satu waktu di paruh kedua abad pertama SM) dan lokasi makam di dalam kota yang terkenal, mengindikasikan penghuninya tersebut merupakan Arsinoe IV. Thur juga percaya, bentuk oktagonal dapat menggemakan bahwa Lighthouse of Alexandria merupakan salah satu dari tujuh keajaiban kuno dunia. Hal tersebut akan menjadikan makam sebagai bentuk penghormatan bagi kampung halaman Arsinoe, ibukota Mesir kuno, Alexandria.

Kontroversi klaim
Tengkorak sang putri yang kemungkinan maninggal karena dibunuh tersebut menghilang di Jerman selama Perang Dunia II, namun Thur menemukan sisa tulang dalam dua ceruk di ruang pemakaman pada tahun 1985. Sisa-sisa tulang belulangnya telah diperdebatkan sepanjang penelitian. Analisis forensik mengungkapkan, tulang-tulang tersebut adalah milik seorang gadis berusia 15 atau 16 tahun, yang membuat Arsinoe jadi sosok yang mengejutkan karena usianya yang muda untuk seseorang yang memiliki peranan penting sebagai pemimpin selama tahun-tahun perang melawan Roma sebelum kematiannya. Thur menolak kritik tersebut.

“Pertanyaan akademis ini wajar,” katanya kepada News-Observer. “Inilah yang terjadi. Semacam kecemburuan.”

Pada tahun 2009, sebuah film dokumenter BBC, ‘Cleopatra: Portrait Killer,” mengklaim bahwa tulang-tulang tersebut adalah milik Arsione. Pada saat itu, temuan yang paling kontroversial berpusat pada tengkorak tubuh yang hilang. Pengukuran dan foto-foto yang belum rampung tetap tercatat dalam sejarah dan digunakan untuk merekonstruksi wajah mayat perempuan itu.

Dari rekonstruksi tersebut, Thur dan rekan-rekannya menyimpulkan bahwa Arsione memiliki ibu berdarah Afrika (sementara dinasti Ptolemic adalah dinasti beretnik Yunani). Kesimpulan tersebut menyebabkan rumor heboh yang menyebutkan bahwa Cleopatra juga seorang Afrika.
Namun para ahli mengatakan bahwa kesimpulan tersebut cacat.

“Kami melakukan pnelitian terhadap tulang-tulang ini dan mendapati kesimpulan bahwa etnis Arsinoe ditentukan dari rekonstruksi tengkorak berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada tahun 1920?” tulis David Meadows, seorang guru dan ahli dari Kanada.

Tidak hanya itu, Cleopatra dan Arsinoe kemungkinan tidak berasal dari ibu yang sama.

“Dalam kasus ini, argumen mengenai etnis sudah melenceng terlalu jauh,” kata profesor di Cambridge, Mary Beard menulis di Times Literary Supplement pada 2009.

Tanpa pengujian lebih lanjut, tulang-tulang tersebut hanya akan teronggok di tempat orang-orang terlantar yang tidak memiliki identitas.

“Salah satu rekan saya di proyek mengatakan kepada saya dua tahun lalu, bahwa hingga saat ini belum ada metode lain yang benar-benar bisa lebih menentukan,” kata Thur kepada News-Observer. “Tapi dia berpikir masih ada metode baru yang bisa dikembangkan. Ada harapan di sana.”