Rabu, 05 Desember 2012

MENELISIK NILAI TRADISI JAMASAN PUSAKA DI BULAN SURA



image 
SUARA MERDEKA - RABU, 05 DESEMBER 2012: BANYAK BANYAK mitos mengatakan, jamasan pusaka (memandikan pusaka-red) di bulan Sura memiliki arti mistis. Tapi menurut beberapa orang, memandikan pusaka di bulan Sura justru menjadi salah satu upaya manusia untuk melakukan introspeksi terhadap dirinya sendiri.

Jamasan pusaka merupakan tradisi turun temurun untuk merawat benda pusaka, benda bersejarah, atau benda kuno yang harus dilakukan oleh para ahli pusaka di bulan Sura. Pusaka seperti keris dan tombak, bagi orang Jawa tidak dibuat sekadarnya, melainkan dengan laku atau prosesi yang 'dalam'.

Nilai

Tradisi jamasan di bulan sura menurut beberapa orang memiliki nilai filosofi tersendiri. Bagi orang Jawa, bulan Sura merupakan tahun baru Jawa yang menjadi bulan sakral dan penuh rahmat. Untuk itulah, masyarakat Jawa diharapkan melakukan introspeksi diri atas perbuatan yang telah dilakukan. Jamasan keris menjadi salah satu contohnya.

Memandikan, tak hanya sekadar untuk mengawetkan atau mempercantik keris. Membersihkan pusaka semisal keris juga diibaratkan membersihkan diri sendiri. Orang yang memandikan keris akan merefleksikan bahwa membuat keris tidaklah mudah. Dalam hal ini dibutuhkan doa dan spirit yang kuat, kesabaran, ketelitian, dan pantang menyerah. Nilai - nilai inilah yang akan diilhami oleh para ahli keris yang memandikan pusakanya.
Keris pun memiliki banyak filosofi kehidupan. Bagian-bagiannya seperti pesi (pegangan keris-red), gonjo, tikel alis, pijetan, greneng, yang banyak bercerita tentang kehidupan manusia. Di antaranya manusia perlu memiliki pegangan dalam hidupnya, manusia perlu mempertimbangkan segala perbuatan, perlu adanya musyawarah bersama, memiliki jiwa yang bersih.

Pada saat zaman Sultan Agung karena pusaka dibuat oleh seorang Empu, maka pusaka mendapatkan tempat istimewa seperti simbol status, senjata tikam, tanda jabatan.

Beberapa hal terlihat unik dari prosesi jamasan. Seperti tingkah laku dari sang ahli pusaka pada saat memandikan pusaka. Mereka mengangguk-anggukkan kepala seperti baru saja mendapat hal yang baru. Sementara, ada pula yang terus melontarkan pertanyaan kepada ahli pusaka itu. Perasan air jeruk nipis juga acap kali dijadikan 'pembersih' pusaka mereka. (Eko Wahyu Budi/CN32)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar