Rabu, 03 April 2019

Prof.Dr.H.M. Sutjipto Wirjosuparto: KAKAWIN BHARATATAYUDHA Pupuh 35

Blog Ki Slamet 42 : "Pusaka Leluhur"
Selasa, 02 April 2019 - 21:41 WIB

 
RAJA SALYA (Foto: Google)
RAJA SALYA

ASWATAMA (Foto: Google)
ASWATAMA

KAKAWIN BHARATAYUDA PUPUH XXXV (1–14)
“PERTENGKARAN ASWATAMA DENGAN RAJA SALYA”
Transkripsi
Terjemahan Bebas
1
 Akweh wuwus nrêpati matwang apinta kâsih.
Çri Çalya yatna sumahur prabhu haywa mangkâ.
Ndi n ngwang wimûdda wênabga pratisâra ring prang.
Wwang hinakâya tuna çakti kurang prabhâwa.
1
Banyak sudah kata-kata bujuk rayu Suyodana yang disampaikan kepada Raja Salya agar mau membantu dirinya, maka Raja Salya pun berkata:
“Wahai sang Raja, janganlah berkata demikian, bagaimana bisa saya yang bodoh ini menjadi tempat perlindungan dalam pertempuran nanti, karena saya hanyalah orang bodoh yang tidak memiliki kesaktian dan pengaruh apa-apa!”

2
Ndân amriha nghulun atoha huripku kêdwa.
Yang tanggapên wacanani ngwang i jng narendra.
Kêdwapatûta haji len prabhu Panndduputra.
2
“Terus terang, saya mau mempertaruhkan hidup saya untuk negeri tuan asal tuan raja mau menerima saran saya yang telah saya ajukan kepada tuan raja agar mau berdamai dengan Raja Yudhistira, anak Pandu. Dengan ini tuan Raja Suyodana akan mendapat kebahagiaan dan kesenangan!”

3
Yadyan wihânga rasikâ ngwang iki wêkasnya.
Tan rwangên nghulun amâtyana yeng ranângga.
Yadyan humta mamarâtaçraya ri hyang Iça.
Rohênkwa ta pwa wulikên niyatanya mâtya.

3
“Akan tetapi jika mereka, orang-orang pandawa itu segan dan menolak maka saya akan berpihak kepada tuan Raja Suyodana.
4
Ling Çalya sambhrama sahur Dhrêtarâshttraputra.
Ddu yogya tan hana salahni pakonta nâtha.
Ndan sep dahat rasana nugûni ta kenakanya.
Tolih pwa duhkaning anom kulawargga mati.
4
Demikian ucapan Raja Salya kepada Suyodana yang langsung menanggapinya :
“Ramanda Raja Salya, apa yang ramanda katakan itu baik dan tidak ada salahnya. Tetapi sekarang ini waktu kita sudah terlambat. Perhatikanlah penderitaan sanak keluarga mereka yang telah mati!”
  
5
Nahan wuwus nrêpati kâlih akêdwa-kêdwan.
San Dronnaputra wêkasan sumahur kabângan.
Kedwâsih ing kujana Pânnddawa çatru mûrkka.






5
Demikianlah dialog antara Raja Suyodana dan Raja Salya yang masing-masing meyakinkan pendapatnya. Akan tetapi Aswatama, putera Begawan Dorna tiba-tiba menyelak berbicara dengan kata-kata keras: “Bah, ucapan Raja Salya jelas sekali berat sebelah memihak kepada Pandawa yang jahat, musuh kita yang angkuh.     
6
Tonên ri tan wurung Phalguna mâtya ngûni.
De Karna sâmpun abênêr patitisnikang hrû.
Çalya pwa sârathi sirângawâ-wikalpa.
Mênddddêk tang Arjjnna luput wruh anon mawangsit.
6
Dengan wajah memerah karena marah Aswatama melanjutkan kata-katanya: “Lihatlah Arjuna, semestinya ia  tewas oleh panah Karna pada saat perang, kalau saja Raja Salya yang menjadi sais kereta Karna itu tidak memberi isyarat kepada Arjuna agar bungkuk-kan badannya. Dan Arjuna dapat  membaca isyarat itu sehingga panah Karna pun tidak mengenai sasarannya!”

7
Hingannya tan pêgat i sihnya ri çatrunâtha.
Singgih nateki n uwa de Nakula prasiddha.
Enak tikân malika denya misan-misan wâs.
Âpan musuh gati n ikin ri sêddêngnya rowang.
7
“Jelasnya, kesetiakawan Raja Salya terhaddap orang-orang Pandawa Lima tidak menjadi yang diperhitungkan oleh kita. Dan, sebagaimana kita ketahui, Raja Salya adalah paman dari Nakula!”

8
Nâ ling dwijângça mangadêg ta narendra Çalya.
Krodhâhyun amranga ri sang lawaning mawâda.
Dhik hâh baddâ dwijasutâpa wênangmu bhangga.
Nda k ton huripmu niyatanya pêjah têkapku.
8
Demikian kata Aswatama dengan muka merah padam. Sementara Raja Salya merasa amat tersinggung dengan perkataan Aswatama, maka berdirilah Raja Salya dengan geramnya seraya berkata:
“Bah, kamu Aswatama anak pendeta! Apa hakmu mencela saya? Saya bisa membunuhmu menghabisi hidupnu sampai mati!”

9
Ndi n Çalya tan tulusa sihnya riHâstinendra.
Tan mewêheryyaku jayânira ring rannânga.
Swâ sajjânaku yadi yan hênênge samangka.

9
“Apa buktinya jika kesetiaan saya terhadap Raja Kurupati tidak tulus? Bagi saya tiadalah sukar memberi kemenagan kepada Raja Suyodana di medan perang, akan tetapi saya memperhitungkan kebahagiaannya kelak. Bisakah saya dikatakan orang baik jika saya justru menyembunyikan hal ini ?”

10
Ko pwâpyak asru cumacad ri wuwusku yukti.
Lwir buddhining tuhu sudhira cumangka-cangkah.
Yankwâtakut pêjaha hannddêm i pâdukangku.
10
“Kau telah berkata tak sopan
Mencela kata-kataku seakan kaulah yang berbudi luhur. Hati-hatilah sebab pasti kau akan aku binasakan dengan senjataku. Apabila kamu takut mati, hayo membungkuklah dan cium kakiku!”

11
Bhoh Çalya mah prangku haywa surud manahmu.
Atyanta garjjita manahku tumon kawihmu.
Mangke pwa hingani huripmu n amukti pâpa.
Âtmamu kerang-irange Yamaloka dengku.
11
Bah, Salya! Hayo bunuh dan tusuk aku, jangan kecil hati dan ragu.“ Aku justru gembira bisa melihat keahlianmu dalam membunuh. Hm, sekarang sampailah di batas hidupmu karena sebentar lagi nyawamu akan dicabut Dewa Yama!

12
Yan ko kahâtakêna de nrêpa Hâstinendra.
Lunghâku tan wruha ri kon mijileng rannângga.
Elik tumona pantining wiguunâlpakâya.
Tan wun tikâku jumayâkêna ri prabhungku.

12
Jika kamu masih dibutuhkan oleh Raja Kurupati, maka aku akan pergi agar aku tak lagi melihatmu di medan perang.
Terus terang saya segan melihat kematian seorang yang lemah yang tiada punya jasa. Dan lihatlah, saya tidak akan alami kegagalan untuk memberi kemenangan kepada raja saya”.

13
Nâ ling dwijângça padda rodra sirâwirodha.
Kapwâtiçûra winuwus padda Rudramûrti.
Lan dwâng çarira sumaput padda Rudrarûpa.
Kadyâhyun anggêsênganâ mubura triloka.
13
Begitulah ucapan Aswatama. Mereka berdua, Aswatama dan Raja Salya  sama-sama dalam kemarahan yang memuncak, sama gagah berani layaknya  jelmaan Dewa Rudra yang hendak bakar dan menghan-curleburkan dunia jadi bubur.

14
Ngkâ tang sabhâwurahan atri humung gumêntêr.
Kapwamêkul sukuni sang mawirodha kâlih.
Durryyodhanâsêkung atangguh aminta kâsih.
Ngkâ somya kârwa wêkasan dwijasûnu lunghâ.
14
ramai dan gegap gempita. Mereka  semuanya memeluk kedua kaki yang sedang berceksok. Raja Suyodana berupaya menenteramkan mereka berdua dengan berupaya menunjukkan sikap kesetiakawanannya lagi.
Setelah mereka berdua sama-sama tenang, Aswatama putera Pendeta Drona pun pergi.


Pustaka :
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968
Selasa, 02 April 2019  21:55 WIB
Drs. Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor

1 komentar:

  1. Always look forward for such nice post & finally I got you. Really very impressive post & glad to read this.
    Best Architects in Indore
    Best Interior designers in indore

    i heard about this blog & get actually whateveri was finding. Nice post love to read this blog
    Approved Auditor in DAFZA
    Approved Auditor in RAKEZ
    flaxseed oil
    Approved Auditor in JAFZA
    Approved Auditor in DMCC

    Good luck & keep writing such awesome content.

    Virgin Linseed Oil BP

    cms ed

    I always search such wonderful blog and after so many efforts finally I got you. Keep writing the same
    Pharmacy home delivery in UAE
    Pharmacy near Business Bay

    BalasHapus