Oleh: Herman Adreij Adriansyah
Siang dan malam keempat pendekar gaib ini setia
menunggu kita. Saat genting dan bahaya, dia menyeret kita ke tempat yang aman.
Saudara penjaga gaib ini bukan jin bukan pula gendruwo.
Pusaka Leluhur – Senin, 21 April 2014 – Semakin lama belajar ajaran-ajaran leluhur Jawa, kita
akan semakin terkagum-kagum pada para nenek moyang. Ilmu yang mereka ajarkan
tidak bertentangan dengan agama, bahkan sesuai dan memperkaya pemahaman agama
yang kita anut.
Sayangnya
banyak yang masih memandang sebelah mata ajaran para leluhur Jawa ini. Bahkan
ada yang menuduhnya sebagai syirik, khurofat dan takhayul. Para penuduh ini
mungkin lupa, bahwa ajaran Jawa disampaikan secara sederhana agar mudah
dipahami orang Jawa. Memang, para leluhur kita kadang tidak fasih melafalkan
kata-kata Arab. Para leluhur ini juga orang yang masih gagap iptek. Namun,
jangan salah sangka dulu.
Dari segi
kebijaksanaan, ngelmu batin dan olah rasa para nenek moyang kita dulu bisa
diandalkan. Mereka adalah para waskita yang mampu membangun candi Borobudur,
Prambanan dan mampu membuat sebuah bangunan dengan ketepatan geometris dan
geologis. Tidak kalah oleh nenek moyang bangsa Mesir yang mampu membangun
piramida, atau nenek moyang suku Inca, bangsa Peru yang bisa membangun Manchu
Picchu.
Saat agama
Islam masuk ke nusantara, sementara di Jawa saat itu sudah berkembang agama
Hindu, Budha dan berbagai kepercayaan animisme, dinamisme, politeisme. Islam
melebur secara pelan dan damai, berasimilasi serta berosmosis tanpa pertumpahan
darah. Islam agama damai dan tidak memaksa. Orang Jawa bersifat pasrah,
sumeleh, sumarah, ikhlas dan mengandalkan rasa pangrasa. Jadi? Klop sudah!
Bagi orang
Jawa, masuknya Agama Islam yang kaya dengan aspek kebatinan (tasawuf) sangatlah
tepat. Orang Jawa pun tidak kebingungan dengan ajaran-ajaran mistik yang ada di
dalamnya. Namun orang Jawa berhasil menyederhanakan ajaran-ajaran mistik ini
dengan terminologi dan kalimat-kalimat sederhana dan mudah dimengerti. Harap
maklum saja, orang Jawa dulu mayoritas hidup di pedesaan yang sederhana dan tidak
banyak berwacana ilmiah.
Salah satu
ajaran Kejawen yang membahas tentang adanya malaikat pendamping hidup manusia
adalah SEDULUR PAPAT LIMO PANCER. Pancer adalah tonggak hidup manusia yaitu
dirinya sendiri. Diri kita dikelilingi oleh empat makhluk gaib yang tidak kasat
mata (metafisik). Mereka adalah saudara yang setia menemani hidup kita. Mulai
dilahirkan di dunia hingga kita nanti meninggal dunia menuju alam barzakh (alam
kelanggengan).
Sebelum
hadirnya agama Islam, orang Jawa tidak memahami konsep malaikat. Maka mereka
menyebut malaikat penjaga manusia dengan sedulur papat. Konsep “sedulur papat”
ini oleh orang Jawa ditamsilkan melalui sebuah pengamatan/niteni.
Mulai saat
janin tumbuh di perut ibu, janin dilindungi di dalam rahim oleh ketuban.
Selanjutnya adalah ari-ari, darah dan pusar. Itulah saudara manusia sejak awal
dia hidup dan selanjutnya “empat saudara” ini kemudian dikubur. Namun orang
Jawa Percaya bahwa “empat saudara” ini tetap menemani diri manusia hingga ke
liang lahat.
Karena Air
Ketuban adalah yang pertama kali keluar saat ibu melahirkan, orang Jawa
menyebutnya SAUDARA TUA. Saudara ini melindungi jasad fisik dari bahaya. Maka ia
adalah SANG PELINDUNG FISIK.
Selanjutnya
yang lebih MUDA adalah ari-ari, tembuni atau plasenta. Pembungkus janin dalam
rahim. Ia melingkupi tindakan janin dalam rahim yang kemudian mengantarkan kita
ke tujuan. Maka ia adalah SANG PENGANTAR.
Saudara kita
selanjutnya adalah DARAH. Darah ini membantu janin kecil untuk tumbuh
berkembang menjadi bayi lengkap. Darah adalah SARANA DAN WAHANA IRADAT-NYA pada
manusia. Darah bisa disebut nyawa bagi janin. Maka, darah disebut dengan
PEMBANTU SETIA MANUSIA MENEMUKAN JATI DIRINYA SEBAGAI HAMBA TUHAN, CERMIN TUHAN
(Imago Dei).
Saudara gaib
kita terakhir adalah pusar. Menurut pemahaman Kejawen, pusar adalah NABI. Pusar
secara biologis adalah tali yang menghubungkan perut bayi dalam rahim dan
ari-ari. Pusar mendistribusikan makanan yang dikonsumsi ibu ke bayi. Pusar
dengan demikian MENDISTRIBUSIKAN WAHYU “IBU” MANUSIA yaitu Gusti Allah SWT
kepada diri kita.
Keempat saudara
gaib ini sesungguhnya adalah EMPAT MALAIKAT PENJAGA manusia. Yang berada di
kanan-kiri, depan-belakang kita. Maka, tidak salah bila Anda menyapa dan
bersahabat akrab dengan mereka. Secara gaib, Tuhan mmeberikan pengajaran tidak
langsung kepada hati kita. Namun melalui mereka pengajaran itu disampaikan.
Keempat penjaga
(malaikat) itu adalah:
JIBRIL (Penerus
informasi Tuhan untuk kita), IZRAFIL (Pembaca Buku Rencana Tuhan untuk kita),
MIKAIL (Pembagi
Rezeki untuk kita) dan
IZRAIL
(Penunggu berakhirnya nyawa untuk kita).
Keempat
malaikat itu oleh orang Jawa dianggap sebagai SEDULUR karib hidup manusia. Bila
kita paham bahwa perjalanan hidup untuk bertemu dengan Tuhan hakikatnya adalah
perjalanan menuju “ke dalam” bukan “ke luar”. Perjalanan menembus langit
ketujuh hakikatnya adalah perjalanan “diri palsu” menuju “diri sejati” dan
menemukan SANG AKU SEJATI, YAITU DIRI PRIBADI/ TUHAN.
Untuk menemukan
SANG AKU SEJATI (limo pancer) itulah kita ditemani oleh EMPAT SAUDARA
GAIB/MALAIKAT PENUNGGU (sedulur papat). Lantas dimana mereka sekarang? Mereka
sekarang sedang mengawasi Anda. Berdzikir mengagungkan asma-Nya. Kita bisa
menjadikan mereka sedulur paling akrab bila paham bagaimana cara berkomunikasi
dengan mereka. Caranya? Pejamkan mata, matikan seluruh aktivitas listrik di
otak kiri dan kanan dan hidupkan sang AKU SEJATI yang ada di dalam diri Anda.
Ya, hanya diri sendirilah yang mampu untuk berkomunikasi dengan para sedulur
gaib nan setia ini.
Bagaimana tidak
setia, bila kemanapun kita berada disitu keempatnya berada. Bila kita berjalan,
mereka terbang. Bila jasad kita tidur, mereka akan tetap melek ngobrol dengan
ruh kita. Maka, saat bangun tidur di siang hari pikiran kita akan merasa fresh
sebab ruh kita akan kembali menjejerkan diri kita dengan iradat-Nya. Sayang,
saat waktu beranjak siang polusi nafsu/ego lebih dominan sehingga kebeningan akal
pikiran semakin tenggelam.
Bagaimana agar
hidup kita selalu ingat oleh kehadiran sedulur papat ini yang setia menjaga
kita? Sunan Kalijaga memiliki kidung bagus:
Ana kidung akadang premati
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah
Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
(Ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini) @.wongalus.2009
Among tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane
Kakang kawah puniku
Kang rumeksa ing awak mami
Anekakaken sedya
Pan kuwasanipun adhi ari-ari ika
Kang mayungi ing laku kuwasaneki
Anekaken pangarah
Ponang getih ing rahina wengi
Angrowangi Allah kang kuwasa
Andadekaken karsane
Puser kuwasanipun
Nguyu uyu sambawa mami
Nuruti ing panedha
Kuwasanireku
Jangkep kadang ingsun papat
Kalimane pancer wus dadi sawiji
Nunggal sawujudingwang
(Ada nyanyian tentang saudara kita yang merawat dengan hati-hati. Memelihara berdasarkan kekuasaannya. Apa yang dicipta terwujud. Ketuban itu menjaga badan saya. Menyampaikan kehendak dengan kuasanya. Adik ari-ari tersebut memayungi perilaku berdasar arahannya.
Darah siang malam membantu Allah Yang Kuasa. Mewujudkan kehendak-Nya. Pusar kekuasaannya memberi perhatian dengan kesungguhan untuk saya. Memenuhi permintaan saya. Maka, lengkaplah empat saudara itu. Kelimanya seagai pusat sudah jadi satu. Manunggal dalam perwujudan saya saat ini) @.wongalus.2009
Sumber:
Warisan Adiluhung (http://budayaleluhur.blogspot.com)