|
Golek Arjuna |
MINGGU, 16 OKTOBER 2011 - PUSAKA LELUHUR - Apabila kita mengkaji kisah pewayangan, maka itu tak akan lepas dari kajian tentang sifat, watak dan karakter manusia di marcapada ini. Berkait dengan hal tersebut maka marilah kita membahas salah satu tokoh pewayangan, Arjuna. Dalam cerita pewayangan Arjuna dikenal sebagai seorang tokoh kesatriya sejati. Ceritanya sarat dengan ajaran-ajaran moral. Lalu kalau kita kaji secara mendalam, dalam dunia pewayangan, ternyata tidak ada satu tokohpun yang memiliki watak, sifat, dan karakter yang sempurna. Tak terkecuali tokoh Arjuna. Arjuna meskipun ia dikenal sebagai tokoh kesatriya sejati, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu sifat sombong dan iri hati. Arjuna mempunyai watak sombong, angkuh dan selalu membangga-banggakan atas kelebihan, kepintaran dan kemahiran serta kesaktian yang dimilikinya. Selalu iri hati melihat kepintaran dan kemahiran orang lain, apalagi kepintaran dan kemahirannya itu melebihi dirinya. Sebagai ilustrasi mari kita ikuti kisah berikut.
Suatu ketika Sang Begawan Dorna dan murid kesayangannya Sang Arjuna, dan seekor anjing, beserta murid-murid Dorna yang lain pergi berburu ke hutan. Diceritakan dalam perburuan tersebut anjing yang dibawa Arjuna tersesat ke dalam hutan yang secara kebetulan di hutan tersebut ada pemuda gagah dan tampan bernama Bambang Ekalaya, seorang Pangeran dari Nisida yang sedang berlatih memanah. Ketika anjing milik Arjuna mendapati ada seseorang sedang berlatih memanah, anjing tersebut menyalak-nyalak dan menggonggong keras sekali sehingga konsentrasi Bambang Ekalaya terganggu. Merasa sangat terganggu oleh gonggongan anjing tersebut, lalu Bambang Ekalaya mencabut anak panahnya. Tanpa melihat di mana posisi anjing tersebut, dan hanya berdasar arah suara gonggongannya, Bambang Ekalaya kemudian melepaskan anak panahnya ke arah suara gonggongan anjing, dan mengenai mulut anjing tepat di moncongnya sehingga anjing tersebut tak bisa menyalak lagi lalu berlari menemui tuannya, Sang Arjuna. Mendapati anjingnya kesakitan karena mulutnya terkena tujuh anak panah, Arjuna gusar, marah dan keheranan. Dalam hati ia bertanya-tanya, “Siapakah orang yang telah memanah anjingnya dengan begitu mahirnya”, kemudian Arjuna mencari dan menjumpai Bambang Ekalaya. Dengan perasaan gusar dan kagum ia bertanya kepada Bambang Ekalaya,
“Siapakah yang telah mengajarimu memanah sampat setangkas dan semahir ini?”. Sambil menunjuk ke arah moncong anjingnya yang masih Nampak kesakitan. Bambang Ekalaya menjawab,
“Aku belajar dari Guru Dorna, meskipun tak belajar secara langsung, tetapi aku belajar dengan tekun melatihnya berulang-ulang sampai aku bisa semahir ini!” Jawab Bambang Ekalaya tanpa rasa gentar sedikitpun terhadap Arjuna.
Mendengar jawaban tersebut serta melihat dengan mata kepala sendiri ketangkasan memanah Bambang Ekalaya, Arjuna penasaran dan timbul keinginannya untuk menantang beradu ketangkasan memanah kepada Bambang Ekalaya. Diceritakan dalam adu ketangkasan memanah tersebut berakhir dengan kekalahan Arjuna.
Menerima kekalahan ini Arjuna kemudian menemui gurunya, Begawan Dorna, lalu mengungkapkan rasa kecewanya dan kekalahannya itu kepada gurunya. Arjuna menuduh dan menyalahkan gurunya kalau gurunya telah berlaku tidak adil dan pilih kasih dalam mengajarkan ilmu memanah, terbukti masih ada orang lain yang telah melampaui dan melebihi kepandaiannya dalam memanah. Mendengar tumpahan rasa kesal dan kekecewaan dari satu-satunya murid kesayangannya ini, kemudian Begawan Dorna menjumpai Bambang Ekalaya. Seraya berkata,
“kalau kau benar-benar mengakui aku sebagai gurumu, cucuku, Bambang Ekalaya, coba buktikan kesetiaanmu dan kepatuhanmu terhadap gurumu ini dengan memotong ibu jari tanganmu yang sebelah kanan itu!”
Dalam cerita pewayangan Bambang Ekalaya dikenal seorang yang sangat menghormati dan mengagumi gurunya, dengan perasaan tenang dan tak gentar sedikitpun Bambang Ekalaya mematuhi perintah gurunya, kemudian memotong ibu jari tangannya yang sebelah kanan, lalu potongan ibu jarinya itu diserahkan kepada gurunya, ini dilakukan dengan perasaan ikhlas. Dengan keadaan semacam ini otomatis kepandaian memanah Bambang Ekalaya tak ada artinya lagi bagi Arjuna, dan Arjuna sangat senang akan hal tersebut karena tak ada lagi yang bisa menyaingi dan mengalahkan kepandaian ilmu memanahnya.
Apabila kita kaji uraian tersebut di atas, maka bisa kita simpulkan bahwa sangkaan dan tuduhan Arjuna kepada gurunya, Begawan Dorna yang menganggap telah pilih kasih dan berlaku tidak adil adalah ungkapan watak iri hari dan dengki terhadap kelebihan orang lain yang bisa melampaui dirinya. Lain daripada itu, Arjuna juga dikenal tokoh kesatriya yang berwatak angkuh, sombong dan selalu membangga-bangakan kesaktian yang dimilikinya. [ Pustaka: Karakter Tokoh Pewayangan Mahabarata, Sri Guritno-Purnomo Soimun HP, Direktorat tradisi dan Kepercayaan Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya dan Pariwisata, Jakarta 2002 ]
Sabtu, 15 Oktober 2011
Slamet Priyadi di Lido - Bogor